Jakarta – Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa ketentuan yang menyerang kehormatan atau nama baik. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tidak berlaku untuk lembaga pemerintah serta sekelompok individu dengan identitas tertentu.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, pada CVTOGEL hari Selasa.

Dalam keputusan tersebut, MK menyatakan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan memiliki kekuatan hukum yang tidak mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak ditafsirkan “kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan. ”

Pasal 27A UU ITE mengatur larangan terhadap tindakan terkait ITE. Awalnya, pasal ini berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, yang dimaksudkan agar hal tersebut diketahui publik dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik. ”

Sementara itu, Pasal 45 ayat (4) UU ITE menjelaskan mengenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 27A. Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang melanggar Pasal 27A UU ITE. Dapat dihukum penjara selama maksimal dua tahun dan/atau denda hingga Rp400 juta.

Dalam pertimbangan hukum, MK menunjukkan bahwa terdapat ketidakjelasan pada batasan frasa “orang lain” di dalam Pasal 27A UU ITE, sehingga norma dalam pasal tersebut rawan disalahgunakan. Sebaliknya, Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023, yang akan berlaku mulai tahun 2026, juga menggunakan frasa “orang lain” untuk merujuk pada korban pencemaran nama baik.

Mengacu pada Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023. Telah ditetapkan sejumlah pihak yang tidak dapat menjadi korban pencemaran nama baik. Termasuk lembaga pemerintah dan sekelompok orang.

Di sisi lain, Pasal 27A UU ITE juga terkait dengan Pasal 45 ayat (7) UU ITE. Yang menyatakan bahwa tindakan menyerang kehormatan atau nama baik. Tidak dapat dikenakan sanksi jika dilakukan untuk kepentingan umum atau guna membela diri.

Kepentingan umum tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 45 ayat (7) UU ITE. Adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat yang dinyatakan. Melalui hak berekspresi dan berdemokrasi, seperti dalam unjuk rasa atau kritik.

Menurut Mahkamah, dalam sebuah negara demokrasi, kritik sangat penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Yang idealnya bersifat konstruktif, meskipun menyatakan ketidaksetujuan terhadap tindakan orang lain.

Pada dasarnya, menurut MK, Pasal 27A UU ITE merupakan wujud pengawasan, koreksi, dan saran. Terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa kritik yang konstruktif, khususnya terhadap kebijakan pemerintah demi kepentingan masyarakat, adalah hal yang penting sebagai sarana penyeimbang atau kontrol publik yang harus dijamin dalam sistem hukum yang demokratis.

“Terbatasnya hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi justru akan mengikis fungsi kontrol yang diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan,” ucap Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan Mahkamah.

Lebih lanjut, Mahkamah menekankan bahwa Pasal 27A dan keterkaitannya dengan Pasal 45 ayat (5) UU ITE merupakan tindak pidana dengan delik aduan. Dengan demikian, tindakan tersebut dapat dituntut berdasarkan pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana atau yang nama baiknya telah dicemarkan.

“Sehubungan dengan hal ini, Mahkamah berpendapat bahwa untuk mencegah penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum dalam penerapan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A UU ITE, adalah penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa frasa ‘orang lain’ merujuk kepada individu atau perorangan,” kata Arief.

Oleh sebab itu, ketentuan Pasal 27A UU ITE tidak berlaku jika korban pencemaran nama baik bukan individu atau perorangan, tetapi lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas tertentu, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, seorang aktivis lingkungan dari Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali), yang sebelumnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jepara atas konten video kritiknya mengenai kondisi tambak di Karimunjawa, Jawa Tengah. Ia kemudian dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Semarang. .

You May Also Like

More From Author