Rencana pembentukan kabinet oleh Prabowo Subianto, presiden terpilih yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024, dikabarkan akan menambah jumlah kementerian (big governance) alias “kabinet gede”.

Sebagaimana telah beredar, dari 34 kementerian di era Presiden Jokowi menjadi sekitar 44-46 kementerian. Artinya, akan ada penambahan sekitar 10 hingga 12 kementerian baru.

Dalam beberapa kesempatan, Prabowo menyampaikan alasan di balik penambahan jumlah kementerian.

Menurutnya, Indonesia adalah negara yang sangat luas dengan beragam kelompok etnis, sehingga memerlukan lebih banyak kementerian untuk menjangkau kebutuhan pemerintahan yang efektif dan inklusif.

Alasan ini cukup rasional, namun demikian untuk memahami rasionalitas dibalik alasan tersebut, penting bagi kita untuk membandingkannya dengan kebijakan struktur pemerintahan di negara-negara besar lainnya.

Semisalnya Tiongkok yang memiliki wilayah yang sangat luas, yakni 9,56 juta km, dan jumlah penduduk mencapai 1,4 miliar jiwa. Namun, negara ini hanya memiliki 26 kementerian.

Luas wilayah Tiongkok hampir enam kali lipat dari luas wilayah Indonesia, tetapi struktur pemerintahan yang lebih ramping dengan jumlah kementerian yang lebih sedikit.

Contoh lain Angkaraja misalnya India, dengan populasi 1,3 miliar jiwa dan wilayah seluas 3,3 juta km memiliki 58 kementerian. Jika dibandingkan, luas wilayah India hampir dua kali dari luas wilayah Indonesia.

Namun, jumlah kementerian di India memang lebih banyak daripada Tiongkok, tetapi tetap proporsional dengan tantangan dan jumlah penduduk yang sangat besar.

Perbandingan lain dengan Amerika Serikat, yang memiliki wilayah seluas 9,8 juta km dan populasi sebesar 333,4 juta jiwa. Namun, jumlah kementeriannya hanya sekitar 15 kementerian.

Meskipun wilayahnya sangat luas dan jumlah penduduknya cukup besar, struktur kementerian di Amerika Serikat tetap lebih ramping dibandingkan dengan rencana kabinet yang diusulkan oleh Prabowo.

Indonesia dengan luas wilayah sekitar 1,9 juta km dan populasi 275,5 juta jiwa pada tahun 2022, rencana Prabowo untuk menambah jumlah kementerian menjadi 44-46 patut dikaji lebih dalam.

Apakah big governance atau”kabinet gede” ini memang diperlukan untuk mengakomodasi keragaman etnis dan tantangan wilayah yang luas, atau ada pertimbangan lain yang memotivasi langkah ini?

Publik berhak untuk mengkritisi dan mengevaluasi kebijakan ini agar penambahan struktur pemerintahan tidak justru menambah beban birokrasi tanpa peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan.

Kebutuhan Situs Angkaraja akan lebih banyak kementerian harus dibuktikan dengan pertimbangan yang matang dan didukung data yang jelas, dibandingkan dengan kondisi negara-negara lain yang memiliki wilayah dan jumlah penduduk yang lebih besar, namun mampu mempertahankan struktur kementerian yang lebih ramping.

Dengan demikian dari perbandingan tersebut di atas, bahwa tidak ada alasan rasional yang kuat dari segi luas wilayah dan jumlah penduduk untuk menambah jumlah kementerian di Indonesia.

Rencana pembentukan big government atau “kabinet gede” lebih tampaknya didorong oleh alasan politik ketimbang kebutuhan administratif.

Beberapa argumentasi sejumlah pengamat politik perlu dipertimbangkan bahwa, ada dua alasan politik utama di balik kebijakan ini, yakni, Pertama; Stabilitas pemerintahan melalui akomodasi politik. Prabowo ingin menciptakan pemerintahan yang stabil dengan merangkul semua partai politik, kecuali NasDem.

Terdapat kekhawatiran bahwa pemerintahan yang tidak inklusif dapat memicu ketidakstabilan politik, sebagaimana terlihat dalam sejarah pemerintahan Indonesia yang penuh konflik, seperti saat akhir Orde Baru dan periode terakhir pemerintahan SBY.

Pemerintahan Jokowi dapat dianggap stabil hingga akhir masa jabatannya, meskipun ada instrumen politik tertentu yang digunakan untuk menjaga kestabilan, termasuk penggunaan kekuatan yang seharusnya tidak dibutuhkan dalam negara demokrasi.

Kedua, efektivitas dan efisiensi yang diragukan. Pemerintahan besar cenderung berfokus pada investasi politik yang besar, sehingga mengurangi ruang bagi efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya manusia.

Banyaknya kementerian tidak selalu diiringi dengan peningkatan fungsi atau kinerja yang maksimal, dan ada kekhawatiran bahwa penambahan kementerian hanya akan menampung banyak pejabat tanpa fungsi yang jelas. Hal ini diperkuat oleh beberapa nama yang dipanggil oleh Prabowo, yang dianggap tidak memiliki rekam jejak yang kuat atau kredibel.

Dengan demikian, argumentasi di atas menunjukkan bahwa tidak ada alasan yang cukup rasional bagi pemerintahan Prabowo untuk membentuk big government atau “kabinet gede”yang berlebihan dalam jumlah menteri, kecuali sebagai bagian dari investasi politik untuk membagi “kue” kekuasaan. Ini berarti membagi sumber daya, baik ekonomi maupun politik, di dalam pemerintahan.

Pemerintahan yang Efektif dan Efisien
Situasi Indonesia saat ini menuntut adanya pemerintahan yang efektif dan efisien, dengan kemampuan bergerak secara lincah dan melayani rakyat sesuai dengan mandat konstitusi.

Pemerintahan yang efektif dan efisien merupakan kunci keberhasilan dalam menjalankan tugas-tugas negara, terutama dalam menghadapi krisis global dan domestik yang semakin kompleks, seperti krisis pangan.

Pemerintahan yang efektif dan efisien seharusnya berfokus pada peningkatan kinerja birokrasi, bukan sekadar memperluas struktur. Jika tidak, kabinet Prabowo dikhawatirkan hanya akan menjadi tempat penampungan sumber daya manusia yang berlebihan dengan fungsi terbatas, tanpa dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks Indonesia, terdapat tiga mandat konstitusional yang harus dijalankan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat: mencerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan menjaga keamanan nasional.

1. Mencerdaskan Bangsa: Tantangan dalam Sektor Pendidikan

Salah satu mandat utama yang tertuang dalam konstitusi Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan landasan bagi pengembangan sektor pendidikan.

Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah memerlukan seorang Menteri Pendidikan yang mampu berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Beberapa langkah yang dapat diambil mencakup peningkatan kesejahteraan guru, dosen, dan pegawai pendidikan lainnya, serta perbaikan infrastruktur pendidikan.

Saat ini, ketimpangan dalam infrastruktur pendidikan antara daerah pusat dan daerah pinggiran masih menjadi masalah yang signifikan. Kondisi ini menyebabkan adanya kesenjangan akses pendidikan, yang berdampak pada ketidaksetaraan dalam kualitas pendidikan.

Oleh karena itu, pemerintahan perlu menempatkan fokus yang lebih besar pada pengembangan pendidikan di daerah-daerah tertinggal, guna memastikan bahwa seluruh rakyat Indonesia dapat menikmati hak atas pendidikan yang layak dan bermutu.

2. Memajukan Kesejahteraan Umum: Peran Ekonomi dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

Mandat kedua yang diemban oleh pemerintah adalah memajukan kesejahteraan umum. Pemerintahan Prabowo harus mampu menunjuk seorang Menteri Ekonomi yang kuat, yang memiliki visi dan strategi untuk membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih produktif dan berdaya saing.

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam memajukan kesejahteraan adalah kemampuan untuk mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kelas menengah.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami tren penurunan kelas menengah, di mana hampir satu juta orang setiap tahunnya mengalami penurunan taraf hidup.

Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan yang semakin melebar.

Mandat kedua yang diemban oleh pemerintah adalah memajukan kesejahteraan umum. Pemerintahan Prabowo harus mampu menunjuk seorang Menteri Ekonomi yang kuat, yang memiliki visi dan strategi untuk membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih produktif dan berdaya saing.

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam memajukan kesejahteraan adalah kemampuan untuk mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kelas menengah.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami tren penurunan kelas menengah, di mana hampir satu juta orang setiap tahunnya mengalami penurunan taraf hidup.

Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan yang semakin melebar.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin keamanan sebagai landasan bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan bagi investor dalam menanamkan modal di Indonesia.

Dalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan, seperti ancaman terorisme, konflik wilayah, dan dampak perubahan iklim, pemerintah perlu membangun kebijakan keamanan yang komprehensif dan responsif.

Peningkatan kualitas aparat keamanan dan penguatan sistem pertahanan nasional menjadi hal yang penting untuk dilakukan agar dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut.

Penutup
Kini kapal bernama Pemerintahan Baru telah berlayar, dengan Prabowo Subianto sebagai nahkoda. Apakah arah kemudi mampu menuju peningkatan kesejahteraan, pendidikan, dan keamanan nasional, sebagaimana mandat konstitusi?

Dengan keputusan untuk memperbesar jumlah kementerian atau big government atau “kabinet gede”, semoga tidak menjadi penanda bahwa kapal ini mungkin berlayar dengan beban lebih berat.

Pertanyaan besarnya adalah apakah langkah ini benar-benar akan mempercepat pelayaran menuju tujuan atau justru memperlambatnya dengan birokrasi yang semakin gemuk?

Jika pemerintahan hanya mengakomodasi kepentingan politik tanpa meningkatkan efektivitas pelayanan, kapal ini berisiko terombang-ambing di lautan tantangan global. Saat ini, arah kemudi harus dipastikan agar tetap fokus pada efisiensi dan respons terhadap kebutuhan rakyat.

You May Also Like

More From Author