Jakarta sebagai kota metropolitan terbesar di Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.672.100 jiwa pada tahun 2023 (RPDP Jakarta 2025-2045). Jumlah penduduk ini kian meningkat setiap tahunnya, menyebabkan semakin meningkat pula kebutuhan air bersih di Jakarta. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 tahun 2017, air bersih atau air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah air dengan kualitas tertentu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan kualitas air minum. Kondisi kebutuhan air bersih meningkat berbalik dengan ketersediaannya yang makin menurun.
Sebagian besar masyarakat Jakarta yang menggunakan air tanah sebagai sumber utama untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Namun, tingginya pengambilan air tanah yang tak terkendali menyebabkan penurunan muka air tanah secara signifikan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya intrusi air laut. Kondisi ini juga telah mencemari sumber air tanah di berbagai wilayah Jakarta, terutama di kawasan pesisir Utara Jakarta. Intrusi air laut juga menyebabkan semakin buruknya krisis air bersih di Jakarta, hal ini dibuktikan dengan peningkatan kadar salinitas pada air tanah yang menjadikannya tidak layak untuk konsumsi.
Peliknya permasalahan intrusi air laut di Utara Jakarta yang menyebabkan susahnya akses terhadap air bersih, tentunya memerlukan solusi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Desalinisasi menawarkan solusi untuk menyediakan air bersih yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai lapisan masyarakat. Desalinasi merupakan salah satu langkah penting untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-6, yaitu memastikan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak bagi semua. Kolaborasi multisektoral menjadi kunci untuk merealisasikan tujuan yang tercantum dalam poin 6.a, yaitu pada tahun 2030 memperluas kerja sama internasional dan dukungan pembangunan kapasitas bagi negara-negara berkembang dalam program dan kegiatan terkait air dan sanitasi. Salah-satunya melalui pemanfaatan teknologi desalinasi (Alisjahbana, A, S & Endah, M., 2018).
Instrusi Air Laut: Sekadar Desas-Desus atau Isu Serius?
Isu ‘Jakarta tenggelam’ beberapa tahun terakhir telah menjadi perbincangan yang hangat. Hal ini dikarenakan sejak tahun 1997 – 2011 telah terjadi intrusi air laut sebanyak 1 – 25 cm per tahun. Intrusi air laut adalah naiknya batas antara permukaan air laut dengan permukaan air tanah yang bergerak menuju daratan. Intrusi air laut berdampak pada berkurangnya ketersediaan air bersih di Jakarta. Padahal kebutuhan air bersih semakin bertambah kian meningkatnya jumlah penduduk Jakarta setiap tahunnya.
Kebutuhan air bersih di Jakarta sebagian besar dipenuhi melalui pemanfaatan air tanah. Sayangnya, dominasi air tanah sebagai sumber air bersih utama menimbulkan dampak negatif akibat ekstraksi air tanah berlebihan yang masih menjadi permasalahan-permasalahan yang mengakar kuat dan cenderung lebih sulit dicari solusinya (Lubis, R. F., 2024). Beberapa wilayah di Jakarta, terutama pesisir Jakarta Barat dan Utara, mengalami masalah kualitas air yang buruk, dengan air tanah yang mengandung bakteri (total coliform) E. Coli dan kadar salinitas tinggi. Intrusi air laut dari Teluk Jakarta semakin memperburuk kondisi ini. Ditambah pertumbuhan penduduk yang secara tidak langsung menyebabkan kebutuhan air bersih juga semakin meningkat. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) DKI Jakarta sebagai perusahaan jasa milik pemerintah masih belum bisa mencukupi kebutuhan dalam mendistribusikan air bersih kepada masyarakat dengan wilayah cakupan layanan seluas 60,3% (PAM Jaya, 2019) sehingga masyarakat yang belum terlayani akan memilih menggunakan sumber air di sekitarnya, salah satunya air tanah yang saat ini sudah mengalami intrusi air laut. Desalinasi Sebagai Solusi?
Mengatasi hal ini, diperlukan suatu solusi yang mampu mengatasi krisis air bersih karena intrusi air laut yang mencemari air tanah di Utara Jakarta. Salah satu solusi utama untuk mengatasi kekurangan air adalah pemisahan garam dari air dalam proses yang disebut desalinasi (Nugroho, A. 2004). Teknologi desalinasi, yang menghasilkan air tawar dengan menghilangkan garam dan komponen mineral lainnya dari air laut, telah menjadi salah satu solusi paling penting untuk pengolahan air dan produksi air minum di dunia (Lin et al dalam Wang J and Huo E., 2022). Desalinasi memungkinkan pemanfaatan sekitar 97% air di bumi yang dianggap terlalu asin untuk konsumsi manusia secara langsung. Terdapat tiga teknik dalam desalinasi air laut yang banyak digunakan, seperti yaitu Multi Stage Flash (MSF), Multi Efftect Distillation (MED) dan Membran Reverse Osmosis (RO) (Nugroho, A. 2004).
Proses desalinasi CVTOGEL menggunakan metode Multi-Stage Flash (MSF) dimulai dengan memanaskan air laut di dalam brine heater menggunakan uap panas dari turbin pembangkit listrik. Air laut yang telah dipanaskan kemudian dialirkan ke beberapa stage (biasanya 15–25 tahap), di mana tekanan di setiap tahap diturunkan secara bertahap. Penurunan tekanan ini menyebabkan air laut mendidih mendadak (flashing), menghasilkan uap air. Uap air yang terbentuk di setiap stage dikondensasi menggunakan tabung pendingin. Tabung ini juga memiliki fungsi tambahan sebagai pemanas awal bagi air laut masukan, sehingga energi yang dibutuhkan untuk pemanasan di brine heater menjadi lebih kecil. Uap air yang terkondensasi dikumpulkan sebagai air tawar, sementara air laut sisa yang memiliki salinitas tinggi disebut brine.
b. Multi Efftect Distillation (MED)
Proses desalinasi menggunakan metode Multi Effect Distillation (MED) memanfaatkan prinsip evaporasi dan kondensasi. Air laut masukan disemprotkan pada permukaan evaporator berbentuk tabung yang dilapisi thin film untuk mempercepat pendidihan dan penguapan. Penguapan pertama terjadi dengan memanfaatkan uap panas buangan dari pembangkit listrik atau boiler yang sekaligus terkondensasi menjadi air dan dikembalikan ke boiler. Uap yang dihasilkan dari proses penguapan digunakan untuk memanaskan efek berikutnya, dengan suhu pada setiap efek diatur menggunakan sistem hampa udara. Proses ini berlanjut hingga tahap akhir, di mana uap terakhir dikondensasi menggunakan final condenser. Kapasitas air tawar yang dihasilkan berkisar antara 2.000 hingga 20.000 m³/hari (0,5–5 MGD).
c. Membran Reverse Osmosis (RO)
Proses desalinasi dengan metode Reverse Osmosis (RO) memanfaatkan prinsip osmosis terbalik, yaitu dengan memberikan tekanan tinggi pada air laut agar air tawar dapat menembus membran semi-permeabel, sementara garam dan partikel lainnya tertahan. Sebelum proses utama, air masukan (feed water) terlebih dahulu melalui tahapan pre-treatment untuk mencegah kerusakan membran dan menjaga efisiensi sistem. Tahapan ini meliputi de-klorinasi untuk mengendalikan mikroorganisme, penggunaan koagulan dan media filtrasi untuk mengurangi padatan, penambahan scale inhibitor untuk mencegah pengendapan garam, pemasangan final cartridge filter sebagai perlindungan akhir, serta penggunaan sodium bisulfit untuk menetralkan klorin. Setelah pre-treatment, air masukan dipompa dengan tekanan tinggi, sebesar 54–80 bar untuk air laut dan 15–25 bar untuk air payau, menuju RO module, yang berupa bejana tekan berisi serat-serat fiber berlubang (fine hollow fiber). Serat-serat ini memiliki luas permukaan yang besar, memungkinkan air tawar keluar melalui dinding fiber, sementara sisa air yang lebih pekat (brine) dibuang melalui throttle valve.
Tantangan Penerapan Teknologi Desalinasi
Teknologi desalinasi yang canggih ini tentunya menghadapi tantangan-tantangan dalam upaya pengembangannya. Khususnya Indonesia, maka dari itu diperlukan adanya kolaborasi multisektoral untuk mensukseskan rencana ini. Tantangan-tantangan yang perlu menjadi perhatian salam pengembangan teknologi desalinasi diantaranya:
Dampak Lingkungan Brine: Proses desalinasi menghasilkan brine dengan tingkat salinitas yang sangat tinggi, yang dapat berdampak negatif pada ekosistem laut di sekitar lokasi pembuangan. Brine yang dibuang secara masif ke laut dapat mengubah kualitas air dan menyebabkan biota laut kesulitan beradaptasi, bahkan mati. Hal ini memerlukan pengolahan brine lebih lanjut untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan (Aradhani, A. R., 2023).
Tingginya Konsumsi Energi dan Kurangnya Efisiensi Energi Terbarukan: Teknologi desalinasi membutuhkan energi yang sangat tinggi, yang sebagian besar masih bergantung pada sumber energi berbasis fosil (Wang J and Huo E., 2022). Sumber energi ini tidak terbarukan, sulit disalurkan ke daerah terpencil, memiliki harga yang fluktuatif, dan menghasilkan emisi karbon yang tinggi, sehingga tidak ramah lingkungan. Sementara itu, meskipun energi terbarukan seperti angin, matahari, laut, dan nuklir memiliki potensi besar dan lebih ramah lingkungan, teknologi desalinasi berbasis energi terbarukan masih kurang efisien dan tidak ekonomis. Inovasi baru yang mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan perlu dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada energi tradisional serta menekan emisi karbon.
Biaya Operasional: Biaya yang tinggi merupakan tantangan utama dalam pengembangan teknologi desalinasi (Wang J and Huo E., 2022). Diperlukan perhatian lebih pada pengembangan teknologi yang memanfaatkan energi tingkat rendah, khususnya untuk proses desalinasi berbasis termal. Selain itu, peningkatan kinerja membran dan stabilitas proses desalinasi berbasis membran menjadi prioritas untuk menekan biaya operasional.
Kolaborasi Multisektoral: Suatu Langkah Nyata
Teknologi desalinasi mampu menjadi solusi potensial untuk mengatasi krisis air bersih di Jakarta. Teknologi ini mampu mengolah air laut menjadi air yang layak konsumsi. Namun keberhasilan implementasi teknologi ini bergantung pada integrasi antar berbagai sektor, baik pemerintah, swasta, akademisi, maupun masyarakat.
Pemerintah memiliki peran utama dalam menyediakan kebijakan dalam mendukung pengembangan teknologi desalinasi untuk mengatasi permasalahan krisis air bersih di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan pelayanan air bersih agar dapat diterima dan digunakan oleh seluruh masyarakat. Pada tahun 2022 belasan instalasi pengelolaan air bersih telah dibangun dan disebar pemerintah di berbagai pulau yang terletak di Kabupaten Kepulauan Seribu.
Sektor swasta memiliki peran strategis melalui inovasi dan investasi teknologi desalinasi untuk mengatasi permasalahan di Jakarta. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta, didukung oleh inovasi teknologi dan kerja sama dengan pemerintah. Salah satu contoh nyata peran sektor swasta seperti Metito dan Ancol yang telah mengadopsi teknologi desalinasi berbasis Reverse Osmosis (RO). Di wilayah Ancol, teknologi desalinasi telah berhasil menyediakan pasokan air bersih untuk kawasan wisata dan masyarakat sekitar.
Sektor akademis juga memiliki peran strategis dalam mengatasi krisis air bersih di Jakarta. Kalangan akademis dapat berkontribusi melalui penelitian terkait teknologi yang mampu, lebih hemat energi, dan ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Selain itu sektor akademis juga dapat menyediakan data ilmiah terkait permasalahan ini.
Masyarakat juga memiliki peran penting untuk mendukung implementasi teknologi desalinasi. Kesadaran masyarakat merupakan kunci keberhasilan jangka panjang dalam mengatasi permasalahan ini. Edukasi terkait cara mengoptimalkan penggunaan air bersih serta cara berpartisipasi dalam pemeliharaan fasilitas desalinasi penting dilakukan agar masyarakat memahami teknologi ini. Dengan kolaborasi multisektoral, keberhasilan jangka panjang teknologi ini dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi krisis air bersih di Jakarta.
Desalinasi untuk Jakarta yang Berkelanjutan
Manfaat teknologi desalinasi dapat menjadi solusi penting bagi Jakarta dalam mengatasi krisis air bersih akibat intrusi air laut. Sebagai sumber air tambahan, desalinasi air laut menyediakan pasokan air tawar yang berkelanjutan dan andal, sehingga mengurangi ketergantungan pada air tanah yang sudah terkontaminasi oleh intrusi air laut dan salinitas tinggi (IDE., n.d.).. Peningkatan kualitas air melalui proses desalinasi menghasilkan air tawar berkualitas tinggi yang memenuhi standar ketat untuk konsumsi, membantu memenuhi kebutuhan air minum yang aman bagi masyarakat Jakarta. Selain itu, pelestarian lingkungan menjadi manfaat penting, karena desalinasi mengurangi eksploitasi berlebihan terhadap air tanah dan air permukaan, yang dapat melindungi ekosistem alami di wilayah tersebut. Ketahanan terhadap kekeringan juga terjamin dengan adanya teknologi ini, memberikan sumber air yang stabil untuk komunitas dan industri, khususnya di wilayah pesisir Jakarta yang rentan terhadap perubahan iklim. Terakhir, dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi juga dirasakan, karena air hasil desalinasi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, industri, dan pertanian, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas hidup masyarakat Jakarta dan mendukung perkembangan ekonomi kota secara keseluruhan.
Kolaborasi dan Desalinasi: Solusi Krisis Air Bersih Utara Jakarta
Intrusi air laut yang terjadi di wilayah Utara Jakarta telah menyebabkan krisis air bersih akibat penurunan kualitas air tanah yang tercemar salinitas tinggi. Masalah ini diperburuk dengan tingginya kebutuhan akan air bersih seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat tiap tahunnya. Teknologi desalinasi menawarkan solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan ini. Teknologi ini mampu mengolah air laut menjadi air tawar yang dapat memenuhi kebutuhan air bersih. Walaupun demikian, masih terdapat tantangan dalam penerapan teknologi ini, seperti dampak lingkungan brine, tingginya konsumsi energi, kurang efektifnya energi terbarukan, serta tingginya biaya operasional. Tantangan ini perlu diatasi dengan kolaborasi multisektoral yang melibatkan sektor pemerintah, swasta, akademis, dan masyarakat. Dengan adanya teknologi desalinasi, kami berharap teknologi ini dapat terus diterapkan dan dikembangkan secara luas untuk menjamin ketersediaan air bersih yang berkelanjutan dan ketidaktergantungan pada air tanah. Kami juga mengajak agar masyarakat ikut serta dan berperan aktif dalam mendukung penerapan teknologi ini. Dengan demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai dan memberikan manfaat yang berjangka panjang di masa depan.