JAKARTA – Pengamat politik sekaligus Guru Besar Riset Politik BRIN, Ikrar Nusa Bhakti, menilai Indonesia tidak pernah mencapai sistem politik terbaik sesuai cita-cita kemerdekaan. Selalu ada upaya penggagalan dalam perjalanannya.
Pernyataan itu disampaikan Ikrar dalam diskusi publik berjudul “Ancaman Politik, Netralitas Penyelenggara Pemilu dan Politisasi Sosial”. Acara itu berlangsung di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Senin (11/12/2023).
“Indonesia tidak pernah mencapai suatu sistem politik yang terbaik yang ada di dalam cita-cita kemerdekaan kita. Setiap saat suatu sistem politik sudah akan menuju suatu titik yang positif, selalu ada upaya penggagalan,” ujar Ikrar.
Lebih lanjut, Ikrar mencontohkan sistem politik di era orde lama yang berjalan baik, tetapi kemudian kembali menurun. Menurutnya, demokrasi atas dasar konstitusi jika ditarik dari Pemilu 1955 hanya bertahan dua tahun.
“Penggagalan pertama itu dilakukan oleh Presiden Sukarno bekerja sama dengan Nasution. Dalam hal ini, presiden dan tentara yang membubarkan Konstituante,” sambungnya kemudian.
Kemudian, pada era itu diputuskan tidak ada pemilu lagi karena Presiden Sukarno diangkat MPRS menjadi presiden seumur hidup. Sementara itu, di era orde baru tidak ada pesaing Soeharto untuk menjadi calon presiden.
Lebih lanjut, Ikrar menjelaskan dalam demokrasi konstitusional, masyarakat sipil dan partai politik memegang peranan penting. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) jarang sekali terjadi pada jenis demokrasi itu. Selain itu, semua aktor politik menaruh respek dan patuh pada konstitusi.